Berkunjung ke Taman Hutan Raya Djuanda seolah kita dapat berwisata alam dan
sejarah dalam satu tempat yang sama. Tempat ini teretak tidak jauh dari kota
Bandung tepatnya di daerah Dago atas, dan sudah dilengkapi oleh sarana yang
cukup lengkap.
Taman Hutan Raya Djuanda atau lebih dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Dago Pakar adalah sebuah hutan kota yang berjarak sekitar 3 Km dari terminal Dago. Tahura Djuanda berada di ketinggian 800 sampai 1350 M di atas permukaan laut, apabila anda ingin merasakan keheningan dan kesejukan udara sambil melihat beberapa peninggalan masa penjajahan Belanda dan Jepang di sinilah tempatnya.
Tahura
Djuanda menyimpan beraneka macam tumbuhan, diantaranya ialah pohon Pinus (Pinus
merkusii), Kaliandra (Calliandra callothyrsus), Bambu (Bambusa sp.) dan
berbagai jenis tumbuhan bawah seperti tumbuhan Teklan (Euphatorium sp.), kayu
Manis dan lain sebagainya. Selain itu terdapat berbagai jenis binatang yang
tinggal di dalamnya antara lain Musang (Paradoxurus herma paproditus), Tupai
(Callosciurus notatus), Kera (Macaca insularis) serta berbagai jenis burung
seperti Kepondang (Oriolus chinensis), Kutilang (Pycnontus caferaurigaster),
Ayam hutan (Gallus gallus bankiva) dan beberapa spesies lainnya.
Gua Belanda
Belanda membuat terowongan ini untuk keperluan saluran air bagi pembangkit
listrik tenaga air pertama di Indonesia yaitu PLTA Bengkok. Namun pada
perkembangannya, air untuk pembangkit listrik kemudian disalurkan menggunakan
pipa-pipa besar, sedangkan terowongan yang membelah bukit tersebut digunakan
untuk kepentingan militer khususnya sebagai pusat telekomunikasi.
Gua
Jepang
Setelah Jepang masuk ke Indonesia, tentara Jepang kemudian mengambil alih tempat ini dan membangun gua lainnya sebagai basis pertahanan mereka tidak jauh dari gua Belanda. Jepang menggunakan tenaga kerja paksa sehingga konon tidak sedikit korban yang berjatuhan selama pembuatan gua ini. Saat Jepang menyerah terhadap tentara sekutu, tempat ini adalah pertahanan terakhir bagi tentara Jepang yang ada di Bandung. Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, gua inipun terlantar, tertutup oleh semak belukar dan hutan. Sampai kemudian ditemukan kembali pada sekitar tahun 1965, konon pada waktu itu masih banyak ditemukan sisa-sisa peninggalan tentara Jepang seperti senjata dan amunisi di dalamnya.
Setelah Jepang masuk ke Indonesia, tentara Jepang kemudian mengambil alih tempat ini dan membangun gua lainnya sebagai basis pertahanan mereka tidak jauh dari gua Belanda. Jepang menggunakan tenaga kerja paksa sehingga konon tidak sedikit korban yang berjatuhan selama pembuatan gua ini. Saat Jepang menyerah terhadap tentara sekutu, tempat ini adalah pertahanan terakhir bagi tentara Jepang yang ada di Bandung. Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, gua inipun terlantar, tertutup oleh semak belukar dan hutan. Sampai kemudian ditemukan kembali pada sekitar tahun 1965, konon pada waktu itu masih banyak ditemukan sisa-sisa peninggalan tentara Jepang seperti senjata dan amunisi di dalamnya.
Asal Usul Sejarah Borobudur – Candi borobudur merupakan salah satu obyek wisata yang terkenal di Indonesia yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur didirikan sekitar tahun 800-an Masehi oleh para penganut agama Buddha Wahayana. Dalam sejarah candi borobudur, terdapat berbagai teori yang menjelaskan asal usul nama candi borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa nama borobudur kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara yang artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras.
Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan “para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah “tinggi”, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti “di atas”. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M.
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çr? Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kam?l?n yang disebut Bh?misambh?ra. Istilah Kam?l?n sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bh?mi Sambh?ra Bhudh?ra dalam bahasa sansekerta yang berarti “Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa”, adalah nama asli Borobudur.
Bersambung.... :)
0 komentar:
Posting Komentar